Laporan Hinduisme
Di Pura Adhitya Jaya
oleh:
Shahwin Bugi
Pangestu: 1113030210045
Jurusan Perbandingan Agama
Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta
2014
Kata
Pengantar
Syukur
Alhamdulillah, atas terselesaikannnya laporan Hinduisme di Pura Adhitya Jaya,
Rawamangun. Laporan ini ditujukan untuk memenuhi matakuliah Hinduisme, yang
mana dibimbing oleh Pak Syaiful Azmi, MA. Sebagai penulis, saya tidaklah
sempurna untuk laporan ini, untuk itu kritik
dan saran sangat diperlukan dalam membangun dan untuk intropeksi diri
penulis.
Pendahuluan
Agama Hindu
merupakan agama yang lahir di wilayah Sungai Hindus, India. Dengan perpaduan
antara bangsa Arya dan bangsa Dravida. Dalam kajian kali ini, yang dikaji di Pure
Adhitya Jaya, Rawamangun, ada beberapa hal yang disampaikan oleh pengurus pure
tersebut. pembahasan yang dominan adalah tentang Karma phala.
Pembahasan
Pada tanggal 3 November
2014, mahasiswa Perbandingan Agama semester 3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
melakukan kunjungan ke Pura Adhitya Jaya, Rawamangun Jakarta Timur. Tujuan dari
kunjungan ini adalah untuk lebih mengetahui materi Hinduisme, khususnya Karma
phala melalui penganutnya langsung. Sebelum masuk ke pembahasan, saya akan
menginformasikan sedikit tentang Pure Adhitya Jaya. Pure Adhitya Jaya terletak
di Rawamangun (Komplek UNJ), Jakarta Timur. Merupakan Pure terbesar di wilayah
Jakarta. Adapun pengurus yang hadir kala itu, diantaranya; pak Agung Putera,
Ngurah Budiana, dan Wan Budi, M.Si. pengurus Pure ada 360 KK.
Hukum Karma Pala
Weda (Widi)
merupakan kitab yang berisi pengetahuan, yang tertulis dalam bahasa dewanegari.
Pure memiliki nama lain yaitu, candi, mandil, songkonan, dll. Sejarahwan
meneliti bahwa Kitab Weda ditulis ribuan tahun yang lalu, kira-kira tahun 1500
SM.
Secara etimologi panca sradha berasal dari kata panca dan sradha.
Panca berarti lima dan sradha berarti keyakinan. Jadi, panca sradha adalah lima
keyakinan yang dimiliki oleh umat Hindu.
1. Percaya terhadap adanya Brahman (Tuhan Sang Hyang Widi)
2. Percaya terhadap adanya atman
3. Percaya terhadap adanya karmaphala
4. Percaya terhadap adanya punarbhawa (kelahiran kembali)
5. Percaya terhadap adanya moksa
Karmaphala terdiri dari dua kata yaitu karma dan phala, berasal dari
bahasa Sanskerta. "Karma" artinya perbuatan dan "Phala"
artinya buah, hasil, atau pahala. Jadi Karmaphala artinya hasil dari perbuatan
seseorang.
Kita percaya bahwa perbuatan yang baik (subha karma) membawa hasil
yang baik dan perbuatan yang buruk (asubha karma) membawa hasil yang buruk.
Jadi seseorang yang berbuat baik pasti baik pula yang akan diterimanya,
demikian pula sebaliknya yang berbuat buruk, buruk pula yang akan diterimanya.
Karmaphala memberi keyakinan kepada kita untuk mengarahkan segala tingkah laku
kita agar selalu berdasarkan etika dan cara yang baik guna mencapai cita- cita
yang luhur dan selalu menghindari jalan dan tujuan yang buruk.
Phala dari karma itu ada tiga macam yaitu:
1 Sancita Karmaphala, Phala
dari perbuatan dalam kehidupan terdahulu yang belum habis dinikmati dan masih
merupakan benih yang menentukan kehidupan kita sekarang.
2 Prarabda Karmaphala, Phala dari perbuatan kita
pada kehidupan ini tanpa ada sisanya lagi.
3 Kriyamana Karmaphala, Phala
perbuatan yang tidak dapat dinikmati pada saat berbuat sehingga harus diterima
pada kehidupan yang akan datang.
Dengan pengertian tiga macam Karmaphala itu maka jelaslah, cepat
atau lambat, dalam kehidupan sekarang atau nanti, segala pahala dari perbuatan
itu pasti diterima karena sudah merupakan hukum. Karmaphala mengantarkan roh
(atma) masuk Surga atau masuk neraka. Bila dalam hidupnya selalu berkarma baik
maka pahala yang didapat adalah Surga, sebaliknya bila hidupnya itu selalu
berkarma buruk maka hukuman nerakalah yang diterimanya. Dalam pustaka- pustaka
dan ceritera- ceritera keagamaan dijelaskan bahwa Surga artinya alam atas, alam
suksma, alam kebahagiaan, alam yang serba indah dan serba mengenakkan. Neraka
adalah alam hukuman, tempat roh atau atma mendapat siksaan sebagai hasil dan
perbuatan buruk selama masa hidupnya. Selesai menikmati Surga atau neraka, roh
atau atma akan mendapatkan kesempatan mengalami penjelmaan kembali sebagai
karya penebusan dalam usaha menuju Moksa.
Surga dan Neraka.
Menurut ajaran agama (dharma) yang diwahyukan ke dunia dengan
perantaraan para Maha Resi, maka segala baik buruk kegiatan (subha karma atau
asubha karma) akan membawa akibat tidak saja di dalam hidup sekarang ini tetapi
juga di akhirat (Surga dan neraka). Setelah atma (roh) dengan suksma sarira
(badan astral) terpisah dari stula sarira (badan wadag) dan membawa akibat pula
dalam penjelmaan yang akan datang (Punarbhawa), maka atma bersama dengan suksma
sariranya bersenyawa lagi dengan stula sarira. Sang Hyang Widhi Wasa menghukumnya
dengan hukum yang bersendikan Dharma. Dan Dia akan merahmati atma seseorang
yang berjasa dan yang melakukan amal kebajikan yang suci (subha karma) dan
Diapun akan mengampuni atma seseorang yang pernah berbuat dosa, bila ia tobat
dan tawakal serta tidak akan melakukan dosa lagi.
Tuhan Yang Maha Tahu bergelar Yamadipati (pelindung Agung Hukum
Keadilan) yang selalu menjatuhi hukuman kepada atma yang tiada henti- hentinya
melakukan kejahatan atau dosa dan memasukkannya ke dalam neraka.
Di sini atman itu menerima hasil perbuatannya berupa neraka. Adapun
penjelmaan atma semacam ini adalah sangat nista dan derajatnya pun semakin
merosot
Karma pala adalah
apabila orang yang berkarma (karma/berbuat) akan mendapat pala/pahala (buah).
Dan merupakan hukum yang pasti. Jadi, karma pala adalah, apabila seseorang
melakukan sebuah kebaikan, dia akan mendapat kebaikan. Begitu juga sebaliknya,
apabila ia melakukan keburukan, maka ia akan mendapat keburukan. Dan ini adalah
proses dalam kehidupan.
Untuk mendapatkan Surga, kesenangan atau kebahagiaan adalah
Surga-nya. Lain dengan Neraka, kesedihan/kesengsaraan adalah Neraka.
Dewa Siwa merupakan Sang Pelebur.
Brahman -> Atman -> Jiwatman
Lampiran Foto