Laporan
Hasil Kunjungan
Pura
Aditya Jaya
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Hinduisme
Dosen
pengampu : Syaiful Azmi, M.A.
Disusun
Oleh:
Fahad
Muhammad Al-Faruq (1113032100046)
PROGRAM
STUDI PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS
ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
KATA PENGANTAR.
Alhamdulillah puji serta Syukur saya panjatkan
kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah member i saya kemudahan dalam
menyelesaikan tugas laporan kunjungan ini. Laporan ini dibuat setelah melakukan
kunjungan ke Pura Aditya Jaya yang beralamatkan di Jalan Daksinapati Raya No.
10 Rawamangun, Jakarta Timur, yang dilaksanakan pada hari Senin 03 November
2014.
Tidak lupa saya haturkan juga ucapan terima kasih
pihak Universitas dan pengelola Pura Aditya Jaya yang telah member ijin untuk
berkunjung ke Pura Aditya Jaya sekaligus member kami arahan dalam melakukan
kunjungan ke sana. Juga saya haturkan rasa terima kasih saya kepada dosen
pembimbing dalam mata kuliah Hinduisme dan juga sebagai pemandu kami dalam
melakukan kunjungan ke Pura Aditya Jaya, bapak Syaiful Azmi, M.A. dan juga saya
ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran proses kunjungan
kami ke Pura Aditya Jaya. Pembahasan dalam laporan ini saya tulis sesuai
berdasarkan apa yang telah saya dapati dan amati dari kunjungan ke Pura Aditya
Jaya. Dan mudah-mudahan apa yang saya tulis dalam laporan ini bisa memberi
manfaat kepada pembaca dalam mengenal Pura Aditya Jaya. Dalam penyusunan
laporan ini saya akui masih banyak kekurangan dan kesalahan,. Sehingga saya
harap agar ada masukan berupa saran dan kritik mengenai laporan yang saya buat
tentang Pura Aditya Jaya .
07 Desember 2014
Fahad
Muhammad Al-Faruq
A.
PENDAHULUAN.
Pura adalah tempat suci yang digunakan sebagai tempat ibadah bagi umat Hindu,
termasuk umat Hindu di Indonesia. Pura juga dikenal dengan istilah candi,
mandir dan tongkonan. Salah satu pura yang ada di Indonesia, khususnya di
daerah Jakarta Timur, yaitu Pura Pura Adhitya Jaya terletak di Rawamangun
(Komplek UNJ), Jakarta Timur. Merupakan Pura terbesar di wilayah Jakarta.
Adapun pengurus yang hadir kala itu, diantaranya; pak Agung Putera, Ngurah
Budiana, dan Wan Budi, M.Si. pengurus Pura ada 360 KK.
Pura Aditya Jaya
dibangun dalam tujuh tahapan, tahap pertama dimulai pada tahun 1972, dan tahap
terakhir pada tahun 1997. Banyak bangunan-bangunan dan ornamen-ornamen yang
bergaya khas bali sehingga ketika kita memasuki Pura tersebut seperti kita
berada di bali. Wilayahnya juga cukup luas dan banyak pohon-pohon besar yang
rindang di sekelilingnya.Terdapat juga Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH).Pada
hari sabtu dan minggu pura ini sangat ramai dengan pengunjung.
1.
Tempat
dan waktu kunjungan .
Hari dan Tanggal Pelaksanaan : Senin, 03
November 2014
Tempat Pelaksanaan : Pura Aditya Jaya.
Jalan Daksinapati Raya No. 10 Rawamangun, Jakarta Timur,
Waktu Pelaksanaan : 12.10 – 14.00 WIB
Jumlah Peserta Kegiatan : 40 Mahasiswa dan 30 Mahasiswi
Pembimbing :
Syaiful Azmi, M.A.
Jurusan :
Perbandingan Agama
Fakultas :
Ushuluddin
Universitas :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Hasil
Kunjungan.
Dalam
pelaksanaan kunjungan kami disambut oleh pihak pengurus Pura di antaranya pak
Agung Putera, Ngurah Budiana, dan Wan Budi, M.Si. yang mempersilahkan kami
untuk berkumpul dan mendengarkan materi di sebuah pendopo tepat di depan pintu
masuk ke ruang utama pura. Dalam penyampaian materi dibahas mengenai orang
suci, Weda, Karmaphala, Panca Srada, konsep Surga dan Neraka, dan lain-lainnya.
Berikut sedikit rincian dari hasil pembahasan di Pura Aditya Jaya.
Orang Suci. Dalam
agama Hindu nabi disebut dengan orang suci atau Maharsi, Maharsi Byasa adalah
begawan biasa sedangkan Sabta Maharsi adalah orang yang menerima wahyu. Kitab
Suci Weda. Weda adalah kitab suci umat Hindu.Weda berasal dari kata wid yang
artinya pengetahuan.Weda tidak berawal dan tidak berakhir, weda memiliki sifat
pengetahuan. Dalam ajaran Hindu, weda termasuk dalam golongan Sruti. Umat Hindu
mempercayai bahwa isi weda merupakan kumpulan wahyu dari Brahman yang diperoleh
melalui pendengaran.Pada awal turunnya wahyu, weda diajarkan melalui ucapan
atau dari mulut ke mulut.
Karmaphala terdiri dari dua kata yaitu karma dan phala,
berasal dari bahasa Sanskerta. "Karma" artinya perbuatan dan
"Phala" artinya buah, hasil, atau pahala. Jadi Karmaphala artinya
hasil dari perbuatan seseorang. Mereka percaya bahwa perbuatan yang baik akan
membawa hasil yang baik dan perbuatan yang buruk akan membawa hasil yang buruk.
Jadi seseorang yang berbuat baik pasti baik pula yang akan diterimanya,
demikian pula sebaliknya yang berbuat buruk, buruk pula yang akan diterimanya.
Karmaphala memberi keyakinan kepada kita untuk mengarahkan segala tingkah laku
kita agar selalu berdasarkan etika dan cara yang baik guna mencapai cita- cita
yang luhur dan selalu menghindari jalan dan tujuan yang buruk.
Phala
dari karma itu ada tiga macam yaitu:
1
Sancita Karmaphala, Phala dari
perbuatan dalam kehidupan terdahulu yang belum habis dinikmati dan masih
merupakan benih yang menentukan kehidupan kita sekarang.
2
Prarabda Karmaphala, Phala dari
perbuatan kita pada kehidupan ini tanpa ada sisanya lagi.
3
Kriyamana Karmaphala, Phala perbuatan
yang tidak dapat dinikmati pada saat berbuat sehingga harus diterima pada
kehidupan yang akan datang.
Selain itu, dalam ajaran dasar Hindu mengenai
kepercayaan yaitu akan adanya kepercayaan yang disebut Panca Srada atau lima
Unsur Srada, yaitu :
1. Adanya
Sang Hyang Widi.
2. Adanya
Tuhan (Brahma, Brahman, Atman, Jiwatman)
3. Adanya
Punarbawa/reinkarnasi (lahir kembali)
4. Adanya
Karmapala
5. Adanya
Moksa
Jiwa manusia memiliki triguna yakni Sattvas yaitu
sifat baik/halus, Rajas yakni sifat emosional dan yang terakhir Tamas yakni
sifat buruk. Sifat Rajas dan Tamas harus mampu dikuasai oleh Sattvas agar
manusia bias mendapat karma baik dan bias mencapai moksa (kelepasan). Jika
sifat Rajas yang menguasai maka manusia akan cenderung egois dan tak terkontrol
sama halnya dengan Tamas yang akan berujung dengan karma buruk. Jika manusia sudah terkena karma buruk dan
dia ditolak di akhirat maka jiwa akan mencari bentuk disini ada yang disebut dengan
reingkarnasi (lahir kembali). Saat manusia itu sudah mendapat bentuk maka
manusia itu harus berbuat baik agar dia dapat mencapai moksa.
Mengenai konsep
Surga dan Neraka dalam ajaran Hindu bukanlah tempat seperti dalam agama Islam,
melainkan apabila orang yang berkarma baik (karma/berbuat)
akan mendapat pahala atau Surga. Begitu juga sebaliknya, apabila ia melakukan
keburukan, maka ia akan mendapat keburukan atau Neraka. Dan ini adalah proses
dalam kehidupan yang tidak akan pernah berhenti sampai Atman bisa terbebas dari
segala keburukan dan dosa.
Dan ada satu hal yang menarik bahwasanya ketika
disinggung mengenai asal mula penciptaan di bumi yang dijelaskan bahwasanya
awal mula makhluk hidup di bumi ini adalah berasal dari tumbuhan atau
ganggang-ganggang kecil yang terus berevolusi menjadi seperti sekarang. Dan ini
ada kesamaan dengan teori Evolusi Darwinianisme yang berpendapat bahwa semua
yang ada di alam ini merupakan hasil evolusi selama jutaan tahun lamanya.
C.
KESIMPULAN
DAN SARAN.
Berdasarkan hasil pengamatan dan kunjungan saya ke Pura
Aditya, maka apa yang diterangkan oleh pengurus Pura sendiri pun tidak ada
bedanya dengan apa yng kami pelajari di kampus. Dari mulai konsep Karmaphala,
Weda, orang Suci, Panca Sradha, Surga dan Neraka, itu sama dengan apa yang kai
dapatkan di kelas dari pak Syaiful Azmi, M.A. Dan juga mengenai pengamatan saya
tentang bangunan di Pura Aditya Jaya, saya melihat ada kesamaan dengan Pura
yang ada di Cibubur dan pura-pura lainnya yang ada di Bali, dari mulai pahatan
patung, ornament-ornamen hiasan Pura, dan lainnya. Dan juga para pengurus pura pun memakai nama khas
Bali. Dan mungkin corak dominan agama Hindu di Indonesia itu adalah corak Hindu
dari Bali, karena terdapat perbedaan antara corak Hindu Bali dan Hindu di
India.
Serta saran saya dalam kunjungan ke Pura Aditya Jaya ialah
akan lebih baik dan menarik jika kunjungan dilakukan pada saat Pura mengadakan
upacara keagamaan. Soalnya ketika saya berkunjung ke Pura Aditya kemarin,
suasana Pura cenderung sepi karena sedang tidak ada kegiatan keagamaan. Yang
ada hanya upacara keagamaan yang dilakukan oleh individu-individu di sekitar
pura yang memang itu merupakan upacara rutin harian mereka.
D.
PENUTUP.
Sebagai penutup
saya sekali lagi mengucapkan rasa terima kasih yang sangat besar terhadap semua
pihak yang telah membantu dalam proses kunjungan dan proses pembuatan laporan
saya. Dan semoga apa yang saya tulis dalam laporan ini bisa bermanfaat bagi
para pembaca yang budiman. Terima kasih atas perhatiannya, Jazakumullah khairan
katsiran.
E.
Lampiran
Foto saat di Pura Aditya Jaya.
Saya (Fahad Muhammad Al-Faruq) sedang
berada di depan pintu Pura.
Dosen pembimbing Syaiful Azmi, M.A
Patung-patung yang disakralkan yang
terdapat di daerah wihara aditya jaya.
Pintu masuk menuju Pura.
Foto bersama peserta, dosen pembimbing,
pengurus Pura dan narasumber
Foto bersama didalam Pura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar