Minggu, 07 Desember 2014

Fahad Muhammad Al-Faruq_Laporan Kunjungan Pura Aditya Jaya



Laporan Hasil Kunjungan
Pura Aditya Jaya
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hinduisme
Dosen pengampu : Syaiful Azmi, M.A.




Disusun Oleh:
Fahad Muhammad Al-Faruq (1113032100046)


PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
KATA PENGANTAR.
Alhamdulillah puji serta Syukur saya panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah member i saya kemudahan dalam menyelesaikan tugas laporan kunjungan ini. Laporan ini dibuat setelah melakukan kunjungan ke Pura Aditya Jaya yang beralamatkan di Jalan Daksinapati Raya No. 10 Rawamangun, Jakarta Timur, yang dilaksanakan pada hari Senin 03 November 2014.
Tidak lupa saya haturkan juga ucapan terima kasih pihak Universitas dan pengelola Pura Aditya Jaya yang telah member ijin untuk berkunjung ke Pura Aditya Jaya sekaligus member kami arahan dalam melakukan kunjungan ke sana. Juga saya haturkan rasa terima kasih saya kepada dosen pembimbing dalam mata kuliah Hinduisme dan juga sebagai pemandu kami dalam melakukan kunjungan ke Pura Aditya Jaya, bapak Syaiful Azmi, M.A. dan juga saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran proses kunjungan kami ke Pura Aditya Jaya. Pembahasan dalam laporan ini saya tulis sesuai berdasarkan apa yang telah saya dapati dan amati dari kunjungan ke Pura Aditya Jaya. Dan mudah-mudahan apa yang saya tulis dalam laporan ini bisa memberi manfaat kepada pembaca dalam mengenal Pura Aditya Jaya. Dalam penyusunan laporan ini saya akui masih banyak kekurangan dan kesalahan,. Sehingga saya harap agar ada masukan berupa saran dan kritik mengenai laporan yang saya buat tentang Pura Aditya Jaya .
07 Desember 2014

Fahad Muhammad Al-Faruq
A.    PENDAHULUAN.
                Pura adalah tempat suci yang digunakan sebagai tempat ibadah bagi umat Hindu, termasuk umat Hindu di Indonesia. Pura juga dikenal dengan istilah candi, mandir dan tongkonan. Salah satu pura yang ada di Indonesia, khususnya di daerah Jakarta Timur, yaitu Pura Pura Adhitya Jaya terletak di Rawamangun (Komplek UNJ), Jakarta Timur. Merupakan Pura terbesar di wilayah Jakarta. Adapun pengurus yang hadir kala itu, diantaranya; pak Agung Putera, Ngurah Budiana, dan Wan Budi, M.Si. pengurus Pura ada 360 KK.
Pura Aditya Jaya dibangun dalam tujuh tahapan, tahap pertama dimulai pada tahun 1972, dan tahap terakhir pada tahun 1997. Banyak bangunan-bangunan dan ornamen-ornamen yang bergaya khas bali sehingga ketika kita memasuki Pura tersebut seperti kita berada di bali. Wilayahnya juga cukup luas dan banyak pohon-pohon besar yang rindang di sekelilingnya.Terdapat juga Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH).Pada hari sabtu dan minggu pura ini sangat ramai dengan pengunjung.
         

  B.     PELAKSANAAN KEGIATAN.
1.       Tempat dan waktu kunjungan .
Hari dan Tanggal Pelaksanaan      : Senin, 03 November 2014
Tempat Pelaksanaan                      : Pura Aditya Jaya. Jalan Daksinapati Raya No. 10 Rawamangun, Jakarta Timur,
Waktu Pelaksanaan                       : 12.10 – 14.00 WIB
Jumlah Peserta Kegiatan               : 40 Mahasiswa dan 30 Mahasiswi
Pembimbing                                  : Syaiful Azmi, M.A.
Jurusan                                          : Perbandingan Agama
Fakultas                                         : Ushuluddin
Universitas                                    : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2.      Hasil Kunjungan.
Dalam pelaksanaan kunjungan kami disambut oleh pihak pengurus Pura di antaranya pak Agung Putera, Ngurah Budiana, dan Wan Budi, M.Si. yang mempersilahkan kami untuk berkumpul dan mendengarkan materi di sebuah pendopo tepat di depan pintu masuk ke ruang utama pura. Dalam penyampaian materi dibahas mengenai orang suci, Weda, Karmaphala, Panca Srada, konsep Surga dan Neraka, dan lain-lainnya. Berikut sedikit rincian dari hasil pembahasan di Pura Aditya Jaya.
Orang Suci. Dalam agama Hindu nabi disebut dengan orang suci atau Maharsi, Maharsi Byasa adalah begawan biasa sedangkan Sabta Maharsi adalah orang yang menerima wahyu. Kitab Suci Weda. Weda adalah kitab suci umat Hindu.Weda berasal dari kata wid yang artinya pengetahuan.Weda tidak berawal dan tidak berakhir, weda memiliki sifat pengetahuan. Dalam ajaran Hindu, weda termasuk dalam golongan Sruti. Umat Hindu mempercayai bahwa isi weda merupakan kumpulan wahyu dari Brahman yang diperoleh melalui pendengaran.Pada awal turunnya wahyu, weda diajarkan melalui ucapan atau dari mulut ke mulut.
Karmaphala terdiri dari dua kata yaitu karma dan phala, berasal dari bahasa Sanskerta. "Karma" artinya perbuatan dan "Phala" artinya buah, hasil, atau pahala. Jadi Karmaphala artinya hasil dari perbuatan seseorang. Mereka percaya bahwa perbuatan yang baik akan membawa hasil yang baik dan perbuatan yang buruk akan membawa hasil yang buruk. Jadi seseorang yang berbuat baik pasti baik pula yang akan diterimanya, demikian pula sebaliknya yang berbuat buruk, buruk pula yang akan diterimanya. Karmaphala memberi keyakinan kepada kita untuk mengarahkan segala tingkah laku kita agar selalu berdasarkan etika dan cara yang baik guna mencapai cita- cita yang luhur dan selalu menghindari jalan dan tujuan yang buruk.
Phala dari karma itu ada tiga macam yaitu:
Sancita Karmaphala, Phala dari perbuatan dalam kehidupan terdahulu yang belum habis dinikmati dan masih merupakan benih yang menentukan kehidupan kita sekarang.
2   Prarabda Karmaphala, Phala dari perbuatan kita pada kehidupan ini tanpa ada sisanya lagi.
Kriyamana Karmaphala, Phala perbuatan yang tidak dapat dinikmati pada saat berbuat sehingga harus diterima pada kehidupan yang akan datang.
Selain itu, dalam ajaran dasar Hindu mengenai kepercayaan yaitu akan adanya kepercayaan yang disebut Panca Srada atau lima Unsur Srada, yaitu :
1.      Adanya Sang Hyang Widi.
2.      Adanya Tuhan (Brahma, Brahman, Atman, Jiwatman)
3.      Adanya Punarbawa/reinkarnasi (lahir kembali)
4.      Adanya Karmapala
5.      Adanya Moksa
Jiwa manusia memiliki triguna yakni Sattvas yaitu sifat baik/halus, Rajas yakni sifat emosional dan yang terakhir Tamas yakni sifat buruk. Sifat Rajas dan Tamas harus mampu dikuasai oleh Sattvas agar manusia bias mendapat karma baik dan bias mencapai moksa (kelepasan). Jika sifat Rajas yang menguasai maka manusia akan cenderung egois dan tak terkontrol sama halnya dengan Tamas yang akan berujung dengan karma buruk.  Jika manusia sudah terkena karma buruk dan dia ditolak di akhirat maka jiwa akan mencari bentuk disini ada yang disebut dengan reingkarnasi (lahir kembali). Saat manusia itu sudah mendapat bentuk maka manusia itu harus berbuat baik agar dia dapat mencapai moksa.
Mengenai konsep Surga dan Neraka dalam ajaran Hindu bukanlah tempat seperti dalam agama Islam, melainkan apabila orang yang berkarma baik (karma/berbuat) akan mendapat pahala atau Surga. Begitu juga sebaliknya, apabila ia melakukan keburukan, maka ia akan mendapat keburukan atau Neraka. Dan ini adalah proses dalam kehidupan yang tidak akan pernah berhenti sampai Atman bisa terbebas dari segala keburukan dan dosa.
Dan ada satu hal yang menarik bahwasanya ketika disinggung mengenai asal mula penciptaan di bumi yang dijelaskan bahwasanya awal mula makhluk hidup di bumi ini adalah berasal dari tumbuhan atau ganggang-ganggang kecil yang terus berevolusi menjadi seperti sekarang. Dan ini ada kesamaan dengan teori Evolusi Darwinianisme yang berpendapat bahwa semua yang ada di alam ini merupakan hasil evolusi selama jutaan tahun lamanya.


C.    KESIMPULAN DAN SARAN.
Berdasarkan hasil pengamatan dan kunjungan saya ke Pura Aditya, maka apa yang diterangkan oleh pengurus Pura sendiri pun tidak ada bedanya dengan apa yng kami pelajari di kampus. Dari mulai konsep Karmaphala, Weda, orang Suci, Panca Sradha, Surga dan Neraka, itu sama dengan apa yang kai dapatkan di kelas dari pak Syaiful Azmi, M.A. Dan juga mengenai pengamatan saya tentang bangunan di Pura Aditya Jaya, saya melihat ada kesamaan dengan Pura yang ada di Cibubur dan pura-pura lainnya yang ada di Bali, dari mulai pahatan patung, ornament-ornamen hiasan Pura, dan lainnya. Dan  juga para pengurus pura pun memakai nama khas Bali. Dan mungkin corak dominan agama Hindu di Indonesia itu adalah corak Hindu dari Bali, karena terdapat perbedaan antara corak Hindu Bali dan Hindu di India.
Serta saran saya dalam kunjungan ke Pura Aditya Jaya ialah akan lebih baik dan menarik jika kunjungan dilakukan pada saat Pura mengadakan upacara keagamaan. Soalnya ketika saya berkunjung ke Pura Aditya kemarin, suasana Pura cenderung sepi karena sedang tidak ada kegiatan keagamaan. Yang ada hanya upacara keagamaan yang dilakukan oleh individu-individu di sekitar pura yang memang itu merupakan upacara rutin harian mereka.

D.    PENUTUP.
Sebagai penutup saya sekali lagi mengucapkan rasa terima kasih yang sangat besar terhadap semua pihak yang telah membantu dalam proses kunjungan dan proses pembuatan laporan saya. Dan semoga apa yang saya tulis dalam laporan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca yang budiman. Terima kasih atas perhatiannya, Jazakumullah khairan katsiran.



E.     Lampiran Foto saat di Pura Aditya Jaya.

Saya (Fahad Muhammad Al-Faruq) sedang berada di depan pintu Pura.

Dosen pembimbing Syaiful Azmi, M.A

Patung-patung yang disakralkan yang terdapat di daerah wihara aditya jaya.

Pintu masuk menuju Pura.

Foto bersama peserta, dosen pembimbing, pengurus Pura dan narasumber

Foto bersama didalam Pura.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar