Sabtu, 06 Desember 2014

laporan Abu Dzar

LAPORAN KUNJUNGAN KE WIHARA
(PURA DHARMA ADITIA JAYA RAWAMANGUN)


Mata Kuliah : Hinduisme

Dosen Pembimbing :
Dr. Syaiful Azmi, MA

Disusun Oleh : Kelas B
Muhammad abudzar   (1113032100049)




FAKULTAS USHULUDDIN
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014




Pendahuluan
Agama hindu merupakan agama yang lahir di wilayah Sungai Hindus, India. Dengan perpaduan antara bangsa Arya dan bangsa Dravida. Dalam kajian ini , yang dikaji di Pure Adhitya Jaya, Rawamangun, ada beberapa hal yang disampaikan oleh pengurus pure tersebut. pembahasan yang dominan adalah tentang Karma phala.
Pembahasan
Pada tanggal 3 november 2014, mahasiswa Perbandingan Agama semester 3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta melakukan kunjungan ke Pura Adhitya Jaya, Rawamangun Jakarta Timur. Tujuan dari kunjungan ini adalah untuk lebih mengetahui materi Hinduisme, khususnya karma  phala melalui penganutnya langsung. Sebelum masuk ke pembahasan, saya akan menginformasikan sedikit tentang Pure Adhitya Jaya. Pure Aditiyah jaya terletak di Rawamangun (KomplekUNJ), JakartaTimur. Merupakan Pure terbesar di wilayah Jakarta. Adapun pengurus yang hadir kala itu, diantaranya; pak Agung Putera, Ngurah Budiana, dan Wan Budi, M.Si. pengurus Pure ada 360 KK.
Hukum Karma Pala

A.Sejarah pura aditiya jaya .

BALKAR - Pura pertama yang dibangun dan didirikan di Jakarta ini, lokasinya sangat strategis berada disebelah timur lintasan tol Cawang-Tanjung Priok atau sering disebut dengan Jalan Layang A. Yani. Lokasi pura memang berada dipersimpangan Jl. A. Yani dengan Jl. Rawamangun. Pura yang hampir setiap hari dikunjungi ini, memiliki sejarah yang sangat panjang mulai dari sebuah sanggar sebagai tanda yang hingga sekarang ini berdiri sangat megah dengan halaman yang sangat luas. Pada hari Sabtu dan Minggu, pengunjung pura sangat ramai, lebih-lebih saat diselenggarakannya Pendidikan Agama bagi anak-anak yang beragama Hindu mulai dari SD-SMP dan SMA termasuk juga mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang ingin memperoleh nilai agama untuk memenuhi nilai SKS-nya. Bahkan sekarang sudah berdiri Sekolah Tinggi Agama Hindu (STAH).

Pada hari Purnama-Tilem misalnya, banyak sekali umat Hindu baik tua maupun muda melakukan persembahyangan. Bahkan pada hari perayaan tertentu umat harus antre ber jam-jam untuk mendapat giliran melakukan persembahyangan. Hari Piodalan Pura Aditya Jaya dilaksanakan setiap 6 bulan sekali, jatuh pada hari Sabtu bertepatan dengan Hari Saraswati. Pura yang ditata sangat apik ini dikelola oleh sebuah badan otorita yang bertanggung jawab atas pemeliharaan dan pengembangannya.

Disisi jaba luar pura terdapat Warung yang menjual makanan dan segala perlengkapan upacara, bahkan buku-buku agama Hindu sangat banyak ragamnya disini. Masakan khas Bali menjadikan tempat ini untuk bernostalgia dengan citra rasa dan aroma yang bernuasa Bali seolah-olah anda berada di Bali. Warung ini dibuka setiap hari, walaupun menunya tidak selengkap pada hari Sabtu dan Minggu atau pada hari-hari raya tertentu.

Proses berdirinya Pura Adhitya Jaya Rawamangun, tidak dapat dilepas kan dari sejarah perjuangan hidup umat Hindu di DKI Jakarta. Betapa tidak. Sebab ide untuk membangun tempat persembahyangan umat Hindu di DKI Jakarta sudah lama dirintis oleh Suka Duka Hindu Bali (SDHB), yang kemudian diganti menjadi Suka Duka Hindu Dharma (SDHD) atas saran Bapak Dirjen Bimas Hindu dan Budha I. B. Mastra.

Awalnya, kiprah dari Suka Duka Hindu Dharma baru terbatas pada perayaan hari-hari suci keagamaan, seperti Hari Raya Galungan dan Kuningan. Kian hari cita-cita untuk pendirian Pura tersebut mulai dipertegas dengan mendirikan Yayasan yang khusus untuk maksud pembangunan Pura. Yayasan itu bernama Yayasan Pitha Maha. Pengurus Yayasan tersebut antara lain Bapak Ida Bagus Manuaba (almarhum) anggota Dewan Konstituante, Bapak I Gusti Bagus Subania (almarhum) yang merjabat Menteri Koordinator, Bapak I Nyoman Wiratha (almarhum) yang menjadi anggota DPRD DKI. Yayasan ini mendapat bantuan dana secara rutin.

Pada tahun 1960-an, Presiden Soekarno memberikan tanah di lapangan Banteng kepada umat Hindu untuk tempat ibadah. Entah bagaimana pokok masalahnya, rencana mendirikan Pura di lapangan Banteng itu gagal. Tahun 1962, ditawarkan lokasi baru yakni di daerah Ancol. Namun umat Hindu keberatan, sebab lokasi Ancol saat itu berlumpur, tidak seperti Ancol sekarang ini. Kemudian ditawarkan lokasi baru lagi yakni sekitar Yakindra (Taman Ria Remaja Senayan sekarang), namun upaya pembangunannya belum juga berhasil.

Titik terang kemudian mulai muncul. Yakni ketika, Bapak Menteri PU Ir. Sutarni (almarhum) menerbitkan surat No.36/ KPTS/ 1976 yang isi pokoknya antara, lain:


Memberi ijin kepada Parisada, Hindu Dharma Indonesia Pusat untuk menggunakan tanah yang dikuasai oleh Dep. PU cq. Ditjen Bina Marga (yakni tempat Pura Adhitya Jaya sekarang) sebagai tempat persembahyangan bagi umat Hindu di Jakarta dan sekitarya.
Penggunaan tanah sesuai dengan aturan Tata Kota DKI Jaya.
Keputusan ini berlaku sebagai pengetahuan atas penggunaan tanah tersebut yang telah dibuat oleh Dirjen Bina Marga, berlaku sejak tanggal 4 Maret 1972.
Pemberian ijin oleh Bapak Menteri PU tersebut didukung oleh Bapak Gubernur KDKI Jakarta (waktu itu) Ali Sadikin, selaku penguasa tunggal di daerah. Dukungan tersebut dimuat dalam Surat Keputusan No.D.TV-a2/4/24/73.


Atas dasar sumber-sumber di atas, maka mulailah umat Hindu merintis pembangunan phisik Pura Adhitya Jaya Rawamangun, yang dalam kenyataannya berbarengan dengan pembangunan Pura Dalem Pura Jati Cilincing di Jakarta Utara; Pura Candra Praba Jelambar di Jakarta Barat, Pura Raditya Dharma Cijantung di Jakarta Timu

B. KARMAPALA
Karma berasal dari bahasa Sansekerta dari urat kata “Kr” yang berarti membuat atau berbuat, maka dapat disimpulkan bahwa karmapala berarti Perbuatan atau tingkah laku. Phala yang berarti buah atau hasil. Maka dapat disimpulkan Hukum Karma Phala berarti : Suatu peraturan atau hukuman dari hasil dalam suatu perbuatan.
Ada tiga jenis karma yaitu :
Prarabda karma yaitu perbuatan yang dilakukan pada waktu hidup sekarang dan diterima dalam hidup sekarang juga.
Kriyamana karma yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang di dunia ini tetapi hasilnya akan diterima setelah mati di alam baka.
Sancita karma yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang hasilnya akan di peroleh pada kelahiran yang akan datang.
Dalam Agama Hindu.
Tidak kita temukan gambaran neraka seperti itu. Lalu apakah orang baik dan orang jahat sama-sama masuk surga?. Bagaimana soal keadilan ditegakkan?. Dalam agama Hindu sebagaimana dijelaskan sebelumnya, setelah mati, jiwa kita (1) mencapai moksa atau (2) lahir kembali kedunia. Bila kita lahir kembali, maka dalam kelahiran itu kita menerima akibat- akibat dari perbuatan kita dari kehidupan yang terdahulu. Akibat baik atau akibat buruk.
Disini dikenal istilah kelahiran surga dan kelahiran neraka. Kelahiran surga artinya dalam hidup ini kita menjadi orang yang beruntung dan berbahagia. Kelahiran neraka artinya dalam hidup ini kita akan menderita dan banyak mendapat kesulitan. Penderitaan itu sangat banyak jenisnya. Misalnya karena : sakit yang tidak dapat disembuhkan, penghianatan, kebencian, dendam, iri hati, sakit hati, dan kemarahan yang tak terkendali adalah bentuk neraka didunia ini.
pandangan Hindu mengenai konsep Sorga dan Neraka. Banyak umat Hindu beranggapan bahwa di dalam ajaran Hindu tidak ada dan tidak dikenal konsep mengenai Sorga dan Neraka mengingat dalam konsep Panca Shrada ( lima keyakinan ) umat hindu mempercayai adanya Purnabawa ( Reingkarnasi ).
Sorga dan Neraka dalam pandangan Hindu amat jarang diperbincangkan, karena agama Hindu kerap hanya dipahami meyakini hukum kharmaphala dan mempercayai Reinkarnasi atau kehidupan kembali setelah kematian, sehingga banyak orang meyakini bahwa Hindu tidak mengenal Sorga dan Neraka.
Sesungguhnya konsep Sorga dan Neraka ada dalam ajaran Hindu. Namun ia bukan menjadi tujuan akhir dari manusia sehingga bagi orang Hindu tujuan akhir adalah bukan masuk Sorga, melainkan Moksha atau bersatunya jiwa (Atman) dengan Sang Maha Pencipta ( Brahman).
Pertanyaannya yang kemudian muncul, lantas Sorga itu seperti apa dan untuk apa?. Sorga dalam Hindu seperti digambarkan dalam Weda; Adalah suatu tempat, satu dunia, dimana cahaya selalu bersinar, suatu masyarakat orang suci, dunia kebaikan, dunia abadi.
Beberapa pemikiran mengatakan bahwa Sorga dan Neraka bukanlah tempat, melainkan suatu kondisi. Artinya, apabila kita dalam kondisi senang atau bahagia, itulah Sorga. Sebaliknya, apabila kita dalam kondisi sedih atau menderita, itulah Neraka. Mungkin hal tersebut ada benarnya.
Dalam Kitab suci Weda disebutkan, Sorga dan Neraka adalah suatu tempat di balik dunia ini yang dibatasi oleh kematian. Dengan kata lain, Sorga dan Neraka akan kita temukan setelah kita melewati “jembatan“ yang bernama kematian. Secara harfiah, Sorga berasal dari kata Sanserketa “svar” dan “ga”. “Svar” artinya cahaya dan “ga” artinya pergi. Jadi svarga artinya perjalanan menuju cahaya. Di dalam Weda juga dikatakan bahwa Sorga adalah “dunia ketiga” yang penuh sinar dan cahaya.
Sorga: persinggahan sementara
Dalam kitab suci Hindu dikatakan bahwa Sorga merupakan persinggahan sementara. Bahkan, menurut Swami Dayananda Saraswati, Sorga adalah pengalaman liburan. Bagawad Gita dalam hal ini mengatakan:”setelah menikmati Sorga yang luas , mereka kembali ke dunia. Sorga adalah kesenangan sementara, sedangkan kebahagiaan yang sejati adalah Moksha, bersatunya Atman (Jiwa) dengan Brahman (Sang Pencipta)
Neraka Menurut Hindu
Neraka memang diperlukan. Ini adalah ungkapan yang sangat profokatif. Sebuah argumen mengatakan, apabila hasil yang diterima setiap orang sama—entah itu baik atupun tidak dan mendapat imbalan yang sama—lantas apa yang mendasari orang untuk selalu berbuat baik, berbuat berdasarkan Dharma.
Neraka dalam pandangan agama semit digambarkan sebagai suatu tempat yang terletak jauh di dalam bumi. Ia adalah tempat penyiksaan yang sangat mengerikan berbentuk kawah api yang panasnya beribu kali lipat dari panas api di dunia. Roh- roh yang banyak melakukan dosa di dunia akan mengalami penyiksaan ditusuk dengan tombak dan dipukuli dengan palu godam.
Di dalam Hindu sangat sedikit mantra ataupun sloka yang menjelaskan kosep Neraka mengingat Hindu mengakui terjadinya reinkarnasi atau proses kelahiran kembali dan konsep Moksha. Di Hindu Neraka dikatakan merupakan balasan yang diterima pada saat reinkarnasi atau dalam proses kelahiran kembali. Di dalamnya kita di berikan dua pilihan yang berdasar pada perbuatan kita pada masa hidup terdahulu, yaitu reinkarnasai Sorga atau reinkarnasi Neraka.
Reinkarnasi Sorga ada dalam proses kelahiran kembali kita mendapatkan takdir yang lebih baik, sedangkan reinkarnasi Neraka apabila kita dilahirkan dengan takdir yang lebih buruk. Di Hindu kelainan fisik pada saat kelahiran dapat dijelaskan sebagai sebuah bentuk penebusan terhadap segala perbuatan yang buruk yang pada masa hidup yang pernah di lakukan.
Konsep Sorga-Neraka seperti ini mungkin berbeda dengan konsep serupa dalam agama lain, yang menyatakan setiap manusia yang lahir adalah sebuah individu baru dan suci, ibarat buku belum ternoda oleh tinta kehidupan.
Bagi umat Hindu, kehidupan ini adalah suatu perjalanan yang saling berhubungan dan berjalan terus menerus. Dalam kerangka Tuhan Maha Pengampun, Hindu menjelaskan setiap manusia selalu di berikan kesempatan untuk selalu memperbaiki dirinya dalam beberapa kali masa kehidupan untuk kemudian mencapai tujuan tertinggi dalam Hindu, yaitu Moksha.

TRIGUNA
Triguna berasal dari dua kata yaitu TRI dan GUNA.Tri yang artinya tiga sedangkan
Guna berati sifat, jadi Triguna adalah tiga sifat yang mempengaruhi manusia atau seseorang dari sejak lahir sampai mati. Triguna terdiri atas:
Satwam adalah sifat dari pada manusia yang memancarkan sifat tenang, bahagia, tulus, dan tanpa pamrih.

Rajas adalah suatu sifat dari manusia yang memancarkan sifat ambisius, dinamis, gelisah, dan mengharapkan suatu imbalan.

Tamas adalah suatu sifat dari pada manusia yang memancarkan sifat pasit, malas, lamban.

Secara umum dikatakan bahwa Triguna adalah tiga macam sifat dari pada manusia yang mempengaruhi kehidupan dari pada manusia.Triguna terdapat pada setiap manusia yang hanya saja ukurannya yang berbeda – beda. Triguna merupakan tega macam elemen atau nilai – nilai yang ada hubungannya dengan karakterdari makhluk hidup khususnya pada manusia. Ada seloka yang mengatakan bahwa pikiran yang tenang itu sattwam namanya, yang bergerak cepat itu rajah namanya, yang berat, gelap, itulah tamah namanya.

D. PURA
Tempat suci Hindu adalah suatu tempat maupun bangunan yang dikeramatkan oleh umat hindu atau tempat persembahyangan bagi umat Hindu untuk memuja brahman beserta aspek-aspeknya. di tanah hindu, banyak kuil yang didedikasikan untuk dewa-dewi hindu beserta inkarnasinya ke dunia (awatara), seperti misalnya rama dan krisna. Di india setiap kuil menitikberatkan pemujaannya terhadap Dewa-Dewi tertentu, termasuk memuja bhatara rama dan bhatara krisna sebagai utusan Tuhan untuk melindungi umat manusia.
Tempat suci Hindu umumnya terletak di tempat-tempat yang dikelilingi oleh alam yang asri, seperti misalnya laut, pantai, gunung, gua, hutan, dan sebagainya. Namun tidak jarang ada tempat suci Hindu yang berada di kawasan perkotaan atau di dekat pemukiman penduduk.
Tempat suci Hindu memiliki banyak sekali sebutan di berbagai belahan dunia, dan nama tersebut tergantung dari bahasa yang digunakan. Umumnya berbagai nama tersebut memiliki arti yang hampir sama, yaitu merujuk kepada pengertian “Rumah pemujaan kepada Tuhan”.
Berbagai istilah tempat suci Hindu yaitu:
Mandir atau Mandira (bahasa hindu– salah satu bahasa resmi india)
Alayam atau Kovil (bahasa tamil)
Devasthana atau Gudi (kanada)
Gudi , Devalayam atau Kovela (bahasa telugu)
Puja pandal (bahasa bengali)
Kshetram atau Ambalam (malayalam)
Pura atau Candi (indonesia: bali, jawa, dll)
Terdapat juga berbagai nama lain seperti Devalaya, Devasthan, Deval atau Deul, dan lain-lain, yang berarti “Rumah para Dewa”. Biara Hindu sering disebut Matha, dimana para pendeta dididik dan guru spiritual tinggal. Kebanyakan tempat-tempat tersebut merupakan rumah kuil.
WEDA
Sumber ajaran agama Hindu adalah Kitab Suci Weda, yaitu kitab yang berisikan ajaran kesucian yang diwahyukan oleh Hyang Widhi Wasa melalui para Maha Rsi. Weda merupakan jiwa yang meresapi seluruh ajaran Hindu, Weda adalah sabda suci atau wahyu Tuhan Yang Maha Esa.
Weda secara ethimologinya berasal dari kata "Vid" (bahasa sansekerta), yang artinya mengetahui atau pengetahuan. Weda adalah ilmu pengetahuan suci yang maha sempurna dan kekal abadi serta berasal dari Hyang Widhi Wasa. Kitab Suci Weda dikenal pula dengan Sruti, yang artinya bahwa kitab suci Weda adalah wahyu yang diterima melalui pendengaran suci dengan kemekaran intuisi para maha Rsi. Juga disebut kitab mantra karena memuat nyanyian-nyanyian pujaan. Dengan demikian yang dimaksud dengan Weda adalah Sruti dan merupakan kitab yang tidak boleh diragukan kebenarannya dan berasal dari Hyang Widhi Wasa.
Bahasa yang dipergunakan dalam Weda disebut bahasa Sansekerta, Nama sansekerta dipopulerkan oleh maharsi Panini, yaitu seorang penulis Tata Bahasa Sensekerta yang berjudul Astadhyayi yang sampai kini masih menjadi buku pedoman pokok dalam mempelajari Sansekerta. Kitab Weda dibagi dua yaitu, Kitab Sruti dan Smrti.

PANCA SRADHA
Dalam Agama Hindu lima pilar sebagai dasar keyakinan disebut Panca Sradha, Panca artinya lima dan Sradha artinya Keyakinan  terdiri dari  :
Brahman artinya Umat Hindu percaya dan yakin akan adanya Tuhan Yang Maha Esa.
Atman artinya Umat hindu percaya dan yakin bahwa ada percikan-percikan keTuhanan yang bersemayam dalam diri setiap mahluk hidup yang disebut Atman.
karma phala, artinya Umat Hindu yakin dan percaya bahwa setiap perbuatan sekecil apapun pasti ada akibatnya.
punar phala, artinya Umat Hindu percaya dan yakin bahwa setiap manusia akan mengalami kelahiran kembali (reinkarnasi) untuk menyempurnakan karmanya.
Moksa artinya Umat Hindu percaya dan yakin akan adanya tujuan tertinggi kehidupan adalah dalam rangka bersatunya Atman dengan Brahman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar